Cerita ini berawal di sebuah sungai kecil, dimana ada seorang gadis
sedang mandi sambil mencuci pekaian, namu disayangkan pakaiaan sang
hanyut terbawa arus kehilir sungai. Akhirnya sang gadis memutuskan
mengikuti arus sungai untuk mencari pakaiaannya yang hanyut itu.
Di hilir sungai ketika itu ada seorang pemudaan yang sedang memancing
ikan, sangat disayangkan bukan ikan yang terkait dikail pancingan sang
pemuda, namun tak lain adalah sehelai pakaiaan hanyut. Keheranan sang
pemuda pun muncul, sambil berguma “pakaian siapa yang terkait dikail
pancingan ku ini”. masih dalam suasana keheranan , pemuda tersebut
dikagetkan dari arah hulu sungai Nampak seseorang gadis sedang mencari
sesuatu dialiran sungai, setelah agak dekat pemuda itu menyapa. “apakah
engkau mencari pakaian ini ?”, “benar, pakaian itu yang saya cari” jawab
sang gadis. Pemuda tersebut memberikan pakaian yang menyangkut dikail
pancingannya itu kepada sang gadis. “terimah kasih, telah menemukan
pakaian ku” ucap gadis itu, “sama-sama, pakaian itu tadi tersangkut di
kailku tanpa sengaja” jawab pemuda itu.
Dari sini perkenalan mereka dimulai, “saya Bujana dari kampung kanari”
kata pemuda, “saya Lailena gadis dari kampung Kayu Sebatang” balas sang
gadis. Dari perkenalan ini, ada timbul perasaan di antara mereka, namun
tidak mereka ungkapkan.
Selang 5 malam sejak pertemuan Bujana dengan Lailena. Bujana rindu dan
ingin sekali bertemu Lailena lagi. Akhirnya dia putuskan untuk mencari
Lailena di Kayu Sebatang. Keesokan harinya Bujana akhirnya menemukan
rumah orang tua Lailena. Namun Lailena masih malu-malu dengan kehadiran
Bujana.
71 hari berlalu, hubungan Bujana dan Lailena semakin dekat. Dan sudah
ingin melanjutkan ke ijab-kabul. Dari orang tua Lailena mereka
mendapatkan restu, tapi sangat di sayangkan tidak mendapatkan restu dari
orang tua Bujana. Karena keluarga Lailena berasal dari keluarga yang
tak mampu, dan sangat berbeda jauh dengan keluarga Bujana yang berasal
datri keluarga yang kaya raya.
Niat Bujana ingin membawa istrinya kerumah orang tuanya ditolak oleh
orang tuanya. Dengan demikian mereka tinggal di rumah orang tua
Lailena.
Setelah menjalani hidup bersama, Bujana merasa tidak kerasan, karena dia
tidak terbiasa hidup miskin. Akhirnya timbul pertengkaran, dan ketika
itu Lailena mengandung delapan (8) bulan Laili. Bujana berkata “Saya
tidak akan terus hidup bersama kamu, kalau begini terus”, “dari dulu
kami memang miskin, tetapi kenapa kamu mau, bukan kah kamu mau menerima
kami apa adanya” jawab Lailena. Bujana membalas kata-kata Lailena, “
Dahulu dan sekarang tidak bakalan sama”.
Akhirnya Bujana merantau ke kota yang cukup besar. Disana Bujana menetap
dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan Bujana diangkat diangkat
menjadi anak oleh pemilih bekerjanya yang juga orang kaya-raya dan
bahkan dijadikan anak tertua. Namun dengan kebusukan hati Bujana, ia
menghamili Raisan anak pemilik tempatnya bekerja. Karena tak ingin
menanggung malu Bujana akhirnya dinikahkan dengan Raisan. Dari
pernikahan Bujana dengan anak orang kaya ini lahir lah seorang anak
laki-laki yang bernama Kumala. Umur Laili dengan Kumala terpaut 3 tahun.
Setelah Laili sudah dewasa, ia memutuskan pamit dengan ibunya untuk
merantau ke kota. Laili tidak tahu kalau kota yang ia rantaui juga kota
bapak nya. Dan Laili juga tanpa sengaja mendapatkan pekerjaan di tempat
bapaknya. Semenjak Laili bekerja disana, Kumala selalu mendekati Laili.
Dahulunya Laili tiadak punya hati dengan Kumala, karena Laili ingat
pesan ibunya “janganlah mencari suami yang kaya-raya karena berakibat
seperti ibu”. Namun lambat laun Laili akhirnya timbul perasaan kepada
Kumala. Pada saat itu mereka tidak tahu kalu Laili adalah adik Kumala.
Laili dan Kumala pun pada akhirnya menjalin hubungan.
Taatkala Laili ingin pulang ke kampung halaman, Kumala tidak setuju,
“kalau kamu ingin pulang ke kampung mu, aku juga harus ikut”. Laili dan
Kumala pergi bersama ke kampung Laili Desa Kayu Sebatang.
Ketika mereka tiba di rumah Laili. Ibu Laili heran dan bertanya kepada
Laili “Siapa kah dia ?”, namun bukan Laili yang menjawab, melaikan
Kumala “Saya Kumala, calon suami Laili”. Laili heran kenapa Kumala
berkata seperti itu kepada Ibu Laili. Setelah pertemuan itu Kumala
pulang ke kota, untuk memenuhi persayaratan ibu Laili “apabila kamu
sudah bisa mencari uang dengan keringat kamu sendiri, kamu boleh
menikahi anak saya”.
2 Tahun kemudian, Kumala kembali lagi menemui Laili dengan membawa
seperangkat alat sholat dan satu lingkaran emas sebagai emas kawin untuk
meminang Laili. Ibu Laili bertanya kepada Kumala “apakah ini hasil
keringat kamu sendiri, buka ?”, Kumala menjawab “saya bersumpah ini
hasil tetesan keringat saya sendiri”. Ibu Laili memberikan restu dan
setuju, Laili pun setuju, Karena, Ibu Laili berkata “Kumala tidak
seperti ayah kamu, yang selama ini mengandalkan harta orang tuanya”.
Kumala kembali ke kota untuk menghadap bapanya, ingin menyampaikan bahwa
ia ingin meminang Laili. Ayah Kumala juga ikut setuju. Kemudia
ditetapkan lah hari Jum’at setelah selesai Sholat Jum’at sebegai hari
pernikahan mereka. Kumala sudah ada di rumah Laili sebelum hari
pernikahan mereka.
Hari pernikahan Laili dan Kumala telah tiba, undangan telah berdatangan,
begitu juga Alibi orang yang menjadi penghulu dalam pernikahan mereka.
Sebelum ijab-kabul dilaksanakan, Kumala meminta untuk menunggu
kedatangan bapak dan ibunya dari kota.
Tak beberapa lama kemudian, bapak dan ibu Kumala tiba. Kumala berkata
“ini bapak saya”. Ibu Laili bertanya kepada Bapak Kumala yang juga bapak
Laili “Kemana kamu selama ini ?”, ayah mereka pun heran dan menjawab
“Kumala itu anak ku”. “Pernikahan ini harus di batalkan” teriak Ibu
Laili.
Laili dan Kumala tidak bisa menerima kenyataan. Bahwa mereka adalah
saudara satu darah. Laili akhinya berlari ke sungai tempat ibu dan
bapaknya pertama kali bertemu. Di situ Laili duduk, dan berguma “Kalau
saya tidak dinikahkan dengan Kumala, saya bersumpah lebih baik saya jadi
batu dari pada tidak dinikahkan”. Laili termakan sumpahnya sendiri,
jadilah ia seperti batu yang menyerupai orang berpakaian perang, Yang
sekarang ini lebih dikenal dengan Batu Bertajuk. Dan Kumala lari ke
belakang rumah dengan arah lain, Kumala juga bersumpah “lebih baik saya
menjadi binatang, dari pada menikahi kakak saya sendiri”. Kumala
menjelma menjadi seekor ular yang berwarna hitam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar